Ada
banyak ritual-ritual penting dalam kehidupan masyarakat adat Dayak Semanakng,Kualatn,
dan Banyor di Kec. Simpang Hulu dan Kec. Simpang Dua, Kab. Ketapang-Kalimantan
Barat. Seperti dalam pembukaan lahan pertanian, pesta adat pernikahan, Baboretn,
Nyapat Tautn,Babantatn, Mokatn Tonah dll. Namun, dari sederetan ritual
tersebut, belum lah seberapa bila dibandingkan dengan ritual yang satu ini, yakni
Ritual Adat Nungkat Gumi yang merupakan ritual tertinggi pada suku Dayak
tersebut.
Jarum
jam menunjukkan pukul 10.00 pagi WIB, matahari begitu gagahnya bersinar.
Ditengah mulai teriknya sinar sang surya itu, sederatan ibu-ibu dan para gadis
berdiri dengan anggunnya. Polesan busana pakaian adat yang dominan berwarna
merah sangat serasi dengan warna kulit sawo matang. Begitu cantik dan anggunnya
mereka dengan senyuman khas menatap dan menegur sapa dengan ramah siapa saja yang
melewati dihadapannya.
Sementara
itu di tangan mereka memegang potongan bambu berwarna kuning sebesar lengan
orang dewasa berisikan air tuak siap disuguhi. Rupanya ibu-ibu ini sedang
menunggu para tamu yang datang. Sebagai wujud penghormatan kepada para tamu
yang akan memasuki arena acara, maka wajib disambut dengan suguhan tuak sebagai
lambang diterimanya dan keakraban dalam rangka pembukaan hajatan besar.
Ngalu
: Petugas penyambut tamu
atau Pangalu
siap menyuguhkan tuak
|
Ya,
hari itu merupakan acara pembukaan ritual adat Nungkat Gumi yang di selenggarakan di kampung Paser- Balai
Semandang, Kec.Simpang Hulu. Pelaksanaan kegiatannya berlangsung selama 2 hari
(2 s/d 3 Mei 2015). Sejumlah tamu undangan pun turut hadir dalam acara
tersebut, yakni : dari pihak pemerintah Kabupaten Ketapang dan dari Pemrov
Kalbar, serta Dewan Adat Dayak (DAD) Provinsi Kalbar juga turut hadir, sejumlah anggota DPRD
Ketapang, DPRD Provinsi dan DPD RI pun tak ketinggalan.
Dan
sejumlah undangan beserta masyarakat di sekitar tumpah ruah menyaksikan prosesi
pembukaan acara. Rangkaian acara Nungkat
Gumi tersebut selain ritual adat utama juga dilakukan upacara adat
peletakkan batu pertama pembangunan rumah Betang Kec.Simpang Hulu, oleh
perwakilan Pemerintah Provinsi Kalbar. Selain itu untuk menambah semaraknya
acara juga dilakukan berbagai perlombaan, seperti lomba tarian, dan lomba lagu
daerah.
Dalam
kesempatan itu panitia penyelenggara juga mengadakan dialog bersama dengan
menghadirkan perwakilan Pemkab. Ketapang, Pemprov. Kalbar dan sejumlah
tokoh-tokoh masyarakat terkait eksistensi budaya Dayak untuk mewujudkan
pembangunan rumah Betang di Simpang Hulu.
Apa Itu Ritual Nungkat Gumi?
Jika
diterjemahkan dengan bahasa Indonesia Nungkat
berarti tongkat atau penyangga. Sedangkan Gumi
berarti Bumi atau tanah. Nungkat Gumi
berarti menyangga dan menopang bumi agar tidak roboh,tidak rusak, tidak longsor
yakni dengan cara ritual adat agar keseimbangan antara manusia dan alam tetap
terjaga. Selain itu juga supaya manusia menjaga kelestarian alam dan
lingkungannya. Nungkat Gumi di
kampung Paser ini adalah yang ke-tiga kalinya dari beberapa dekade yang lalu.
Ritual Ngorak
Tonah : Ritual Membangunkan
penguasa tanah alam
semesta
|
Pelaksanaan
Nungkat Gumi biasanya dilaksanakan
selama 2 hari saja. Jauh sebelum dimulai, biasanya masyarakat sudah
mempersiapkan segala keperluan perangkatnya. Perangkat utama ritualnya
berbentuk balai bertingkah 7 (tujuh) dan di bagian atasnya di tancapkan Engkalakng Jarakng (sebatang bambu yang
di belah bagian ujungnya dan diikat dengan rotan sebagai tempat sesajian
persembahan).
Umumnya
bahan utama balai terbuat dari bambu dan kayu yang di ikat dengan rotan. Setiap
tingkatan dihiasi dengan benang yang berwarna putih,merah dan kuning. Adapun
prosesi Nungkat Gumi itu sendiri
untuk hari pertamanya biasa ada yang namanya Mulakng Cingkapm (pengembalian perangkat yang digunakan untuk
mengundang biasanya berupa kain atau barang), kemudian minum bersama Tuak Pangasi (tuak didalam tempayan
diminum menggunakan sedotan bambu) serta acara Nyonar Nyuroh Onya Nongku Pikng Bungas (Menyuruh petugas untuk
mengambil air baru).
Adapun
yang bertugas Nongku Pikng Bungas itu
ada 4 orang, 2 laki-laki dan 2 perempuan. Syarat dan perlengkapannya membawa Panawatn (sebatang tombak khas setempat),
seekor ayam yang sudah dimasak, Palomak
sakayok (ketan yang dimasak didalam bambu), beras kuning dan beras putih,
membawa tuak. Mereka pergi ke sungai dan meminta kepada Ka Poka Gana Pikng, Ka Gumi Langit, Nabau, Roca dan Togukng
(Penguasa air serta penguasa bumi dan langit).
Balai
tingkat 7 : Mesbah tempat dilaksanakannya ritual Nungkat Gumi |
Sedangkan
untuk hari yang kedua pelaksanaan ritual dilakukan diatas balai. Para dukun
yang sebagai pelaksananya ada dua orang (dukun kepala dan dukun ekor) duduk
diatas balai tingkat yang ke-tujuh. Selesai itu baru kemudian menyembelih babi
dan ayam. Nah, pada saat ini ada ibu-ibu baik tua maupun muda laki-laki juga
turut Bataja (menari) mengelilingi
balai dengan mengenakan selendang.
Sementara
itu bunyi tetabuhan gong, ketawak dan gendang terus bersahutan. Sesudah itu
baru kemudian para dukun memasuki rumah yang disambut dengan Ngalu (disambut dengan air tuak). Didalam
rumah kemudian baru membuka Tuak Domokng
Dabokng (tuak yang ditaruh di dalam wadah yang ditutup dengan kain putih),
setelah itu baru Tuak Sanokng Barujatn (Tuak
yang dibuat dengan sangat istimewa dan khusus penyajiannya dengan menggunakan
bambu dan dihiasi dengan rumbai-rumbai daun kelapa) dan Tuak Sunsakng Sube (Tuak yang ditaruh didalam tempayan yang posisi
peletakannya berada di bawah Tuak Sanokng Barujatn).
Ngantirok
Mosak : Para dukun sedang membaca doa-doa. Bacaannya hanya boleh dilantunkan dalam acara Nungkat Gumi saja. |
Untuk
kegiatan pada hari ketiga barulah sebagai puncak acara dilakukan Engkata Ngantirok Mosak (doa utama) dengan segala perlengkapan yang sudah
siap semua.
Peralatan dan Prosesi Ritual Nungkat
Gumi
Untuk
mendukung kegiatan ritual tentu saja ada perlengkapan yang harus mutlak
disiapkan. Adapun alat-alatnya diantaranya seperti; Satu buah Copatn (Nyiru), Lonas (tempat menempa
besi yang biasa digunakan oleh pandai besi) dan lesung yang ke semua
bahan-bahan tersebut dibuat dari kayu. Pada saat dukun Engkata Ngantirok Monta (membaca doa pembukaan), Nyiru di tampi dan Tukul di pukul ke
Lonas (tempat besi) sambil berjalan mengelilingi balai.
Kaseben : Mendendangkan
kaseben
merupakan salah satu bagian
dalam mengisi acara Nungkat Gumi
|
Ini
sebagai symbol mengikuti Nabi pada saat membuat tanah. Pada saat ritual ini musik
gendang dan gong berbunyi terus. Adapun yang Bataja (menari) mengelilingi balai adalah tua maupun muda dengan memakai
selendang. Semua peralatan Pabaeh
(sesajian) Nungkat Gumi kesemuanya berjumlah dua kali tujuh.
Sedangkan
untuk ukuran babi setidaknya 4 real (diletakkan di tingkat balai yang ke-7)
kemudian ada yang 3 real, 2 real dan 1 real. Yang terpenting semuanya berjumlah
7 ekor. Sedangkat mahar (upah/jasa)
untuk dukun 4 real, ditambah kain 4 meter. Sedangkan 4 real lagi diperuntukkan
bagi petugas yang mengambil Pikng Bungas.
Pantangan
setelah selesainya acara, yakni : Tidak boleh menggali tanah, tidak boleh makan
makanan yang gatal-gatal serta yang berbau busuk selama seminggu. Menurut
cerita dari para orang tua, biasanya kalau dulu setelah beberapa hari selesai
acara Nungkat Gumi langsung mudah
mendapatkan ikan dan hewan buruan di sekitar lingkungan permukiman.
Bataja
: Ibu-ibu dengan menggunakan
selendang menari mengelilingi balai 7 tingkat
|
Tujuan
dari berpantang ini adalah agar manusia memelihara tanah,supaya hutan ada
binatangnya dan sungai-sungai ada ikannya. Adapun rentang waktu pelaksanaan
nungkat gumi setidaknya sekitar 20 tahun baru kemudian dilaksanakan lagi.
Menurut
Asel (69) salah satu orang tua yang hadir dalam pelaksanaan ritual Nungkat Gumi tersebut makna utama dari
pelaksanaan kegiatan ini adalah membersihkan
dunia dan menyeimbangkan alam akibat perbuatan-perbuatan manusia seperti
pembunuhan, perzinahan pencurian. “Tujuan dan makna ritual ini adalah
membersihkan Gumi yang kotor konok, karna pamulo pamodo mansia yang
bokah paraboka mulai dari nongku mancalek, butakng bumaak membunuh dan lainnya,”ujar Asel.
Ia
pun berharap agar pelaksanaan kegiatan ini menjadi tradisi penting bagi
masyarakat untuk tetap dilestarikan dan dijaga. SEMOGA!
Thank you for sharing that - beautiful ceremony - Yes it needs to be preserved
BalasHapus