Pages

Senin, 04 Februari 2013

Ritual Ngongkat Tariu



Banyak ritual-ritual yang sering dilaksanakan oleh masyarakat dayak Semanakng. Berbagai ritual tersebut dimaksudkan sebagai upaya menjaga hubungan keseimbangan alam antara manusia dan lingkungannya. Selain itu juga sebagai upaya menjaga kelestarian adat dan budaya.

Nah, ritual ngongkat tariu (mengangkat tariu) misalnya, adalah upaya menjaga keharmonisan manusia dengan lingkungan serta sang pencipta (nek Duata). Upacara adat ngongkat tariu yang dilaksanakan tersebut berlangsung di kampung Pantong, sekitar 2,5 km dari Balai Semandang, kec.Simpang Hulu, Ketapang-Kalimantan Barat.

HARI Rabu, (28/12/2011) sungguh nahas menimpa keluarga Suardi, bagaimana tidak sijago merah dengan ganasnya melalap rumah berikut beserta isi-isinya. Kejadian yang berlangsung sekitar pukul 17.00 (jam 5) sore itu sungguh mengejutkan dan membuat Suardi menangis.

Dirinya pun tak menyangka akan mendapatkan musibah, seluruh warga pun bergegas membantu memadamkan dengan peralatan seadanya. Namun karena peralatan yang sangat minim, warga tidak bisa berbuat banyak. Ditambah lagi jauh dari sumber air. Yang terjadi malahan makin menjadi-jadi dilahap sang jago merah.

Sang istrinya Canet, tidak bisa menahan kesedihannya. Dia pun terisak-isak meratapi rumahnya yang dalam hitungan jam sudah rata dengan tanah. Kejadian kebakaran itu menurut penuturannya, berawal dari api pelita yang ditaruh oleh anaknya yang berumur sekitar 6 tahun di dekat tumpukkan pakaian di loteng.

Diduga pelita tersebut jatuh dan langsung tumpah mengenai pakaian yang ada dibawah, sehingga api langsung menjalar dengan cepat. Saat itu mereka sedang berada di rumah tetangga. Akibat dari kebakaran tersebut menyebabkan kerugian material yang diperkirakan mencapai ratusan juta rupiah.

Suardi beserta keluarganya yang berjumlah 10 jiwa ini pun harus mengungsi dan memakai rumah warga yang kebetulan kosong. Bala sumbangan dan bantuan pun terus mengalir untuk meringankan beban mereka.

Nah, pasca kebakaran tersebut tepatnya 14 hari kemudian Suardi dan keluarganya menyelenggarakan kegiatan ritual adat yang dinamakan ngongkat tariu. Kalau diartikan dengan bahasa Indonesia, ngongkat tariu berati mengangkat semangat dengan memanggil ataupun menyapa roh-roh keluarga tersebut untuk kembali seperti sedia kala. Dan jiwa orang-orang tersebut dapat kembali ke badannya agar normal kembali seperti sedia kala.

Ngantirok :prosesi ngantirok sebelum dimulainya suatu acara
Kegiatan ritual ngongkat tariu pun dipersiapkan, tepat pada Selasa, (9/1/2012) 

kegiatan itu pun terlaksana. Acara ini dipimpin oleh satu orang sesepuh adat setempat, Odat (94) beserta pembantunya (assisten) dua orang.

Dalam acara gawai ritual ini juga, para warga kampung pun ikut membantu berpartisipasi dengan segala persiapannya. Mereka membantu sang empunya gawai dari sejak pagi, seperti memasak makanan, memotong babi dan ayam, membuat Palomak (beras ketan yang dimasak di dalam bambu) dan segala perlengkapan lainnya. Begitulah orang dikampung yang masih kental dengan suasana kegotong royongannya.

Susunan Acara Ritualnya

Prosesi ritual ngongkat tariu dilaksanakan persis dilokasi bekas rumah yang terbakar. Pertama-tama dilakukan acara ngantirok monta, ini dimaksudkan sebagai pemberitahuan awal kepada jiwa-jiwa dari keluarga yang tertimpa musibah. Yang jauh keberadaannya supaya dapat kembali, biasanya perlengkapannya seekor ayam yang dikibas-kibaskan ditasa kepala keluarga tersebut seraya membaca doa-doa.

Setelah itu, ayam tersebut disembelih dan darahnya diambil. Setelah siangnya dan semua perlengkapan sudah siap seperti daging babi yang sudah dimasak, barulah acara pokoknya yang dinamakan ngantirok mosak dilaksanakan.

Pada kesempatan ini sesepuh adat dan pembantunya memulai membacakan doa-doa permohonan kepada sang pencipta (Duata), agar seluruh roh (minuu) keluarga korban kebakaran bisa kembali ke tubuhnya. Tidak lagi pergi jauh-jauh, tak ketinggalan juga air suci (tampokng tawar) diperciki disekeliling rumah tersebut. Percikan ini dimaksud untuk menyucikan kembali tempat tersebut dan seluruh keluarga korban itu.

Perlengkapan upacara adat ngongkat tariu berupa babi 4 real (sekitar 70 kg), ayam 4 ekor, telur secukupnya, dupa untuk membakar kemenyan dan lilin. Tak ketinggalan ada juga panyot (bambu yang diarut secara halus dan kecil-kecil). Semua perlengkapan tersebut di letakan di dalam sebuah wadah yang dalam bahasa setempat oik podi (tempat untuk menyaring bulir-bulir dan gabah padi kering).

Makna Tariu

Bagi orang Dayak Semanakng dan suku dayak umumnya, tariu merupakan suatu tanda serta sarana untuk berkomunikasi dengan para leluhur maupun roh penyemangat, agar datang membantu. Roh tersebut tidak bisa dilihat dengan mata telanjang. Dan tidak semua orang bisa melakukan tariu, hanya orang-orang tertentu saja yang tau dan bisa melakukannya.

Khusus dalam situasi tertentu seperti kerusuhan atau dalam keadaan yang genting serta situasi terdesak misalnya, maka orang dayak bisa memanggil bala bantuan dengan cara melakukan tariu. Dan bala bantuan yang datang tersebut tidak nampak, melainkan langsung memasuki tubuh orang-orang yang memanggilnya.

Sehingga tidak heran orang tersebut menjadi kuat dan punya semangat yang pantang menyerah. Bahkan kadangkala manusia yang normal akan bisa berbuat diluar kendali pikiran. Itulah kemudian peranan tariu bagi orang dayak sangat penting dan sangat bermakna.

Sesudah upacara adat ngongkat tariu, maka pihak keluarga korban kebakaran tersebut ada pantangan-pantangan yang tidak boleh mereka lakukan selama tiga hari. Biasanya  pantangan tersebut berupa berhubungan dengan aktifitas-aktifitas sehari-hari, seperti tidak boleh pergi ke hutan, keluar kampung di waktu malam hari, menancapkan kayu di tempat yang terbakar itu dan lainnya.

Setelah semua pantangan berakhir maka, si empunya rumah yang menjadi korban kebakaran boleh untuk menancapkan kembali tiang rumah dan membangun di tempat semula. Adanya kegiatan ritual tariu sebagai salah satu kearifan local dan khasanah budaya dayak Semanakng yang terus dilestarikan sampai sekarang ini.

Meskipun agama Nasrani sudah masuk dan dipeluk oleh mereka, namun mereka masih tetap menjalankan berbagai ritual. Dan ritual-ritual tersebut tidak hanya ngongkat tariu saja, melainkan banyak ritual lainnya yang masih tetap eksis di laksanakan. ******

Tidak ada komentar:

Posting Komentar